By Rusyda 87
http://rusyda87.blogspot.com/
Tidak seperti biasanya, mentari pagi ini begitu temarang sinarnya. Berbalut embun pagi jejak hujan tadi malam, sejuk rasanya. Seakan semua kepenatan dunia dilahap habis oleh keMaha Kuasaan-Nya. Apa lagi ditemani seuntai syair burung burung yang asyik berdendang dibalik pepohonan. Terasa tentram rasanya menikmati itu semua. Selepas membaca Ma’tsurat seperti biasa pagi ini pun aku berselancar di dunia maya. Membuka situs jejaring sosial sembari mencari artikel-artikel menarik seputar Islam. Aktifitas ini sering ku lakukan demi menambah tsakofah dan juga jaringan. Kata Hadits, salahsatu amal yang pahalanya terus mengalir bahkan sampai kita meninggalpun adalah Ilmu yang bermanfaat. Bila kita terus menambah ilmu dan mengamalkannya bahkan sampai menyerukan kepada orang lain, sungguh akan jadi sebuah pahala yang besar. Selain itu, ilmu butuh amal, dan amal pun butuh ilmu. Kita tak bisa beramal tanpa ilmu, dan tak bisa hanya berilmu, sedang tiada amalnya. Jaringan tentu saja sangat kita perlukan. Semakin banyak jaringan kita, wawasan semakin luas, saudara bertambah banyak, pun rezeki semakin mengalir deras.
Sambil klik sana klik sini aku teringat janji dengan salah satu temanku. Dia bilang pagi ini akan OnLine di MIRC. Ada sebuah permasalahan yang ingin dia diskusikan padaku, ujarnya kemarin malam lewat SMS. Setelah login aku membiarkan aplikasinya berjalan, sembari menunggu ID teman muncul, aku membuka situs yang lain.
Setengah jam aku menunggu temanku, namun tak kunjung muncul juga IDnya. Akhirnya ku putuskan untuk chat dengan yang lain. Biasanya di MIRC orang-orang akan menyembunyikan ID aslinya, berpura-pura berasal dari negara lain dan memakai bahasa Inggris, berbohong mengenai tempat tinggal bahkan umurnya. Namun aku tak pernah berlaku demikian. Tanpa sengaja aku melihat satu ID dengan nama Islami, Siti_Khodijah. Akupun mencoba chat dan mengklik IDnya dan mendapat respon. Lantas aku teruskan saja menanyakan hal yang standar biasa ditanyakan pada awal chating dengan orang yang baru dikenal. Singkatnya, seperti ini chatnya.
Adnan_Fillah46: ASL please (Age Sex Location).
Siti_Khodijah: 25 Female Indonesia, and you?
Adnan_Fillah46: 28 Male Indonesia. Asli mana mba?
Siti_Khodijah: Oh, dari Indonesia juga ya? Saya asli Bandung, anda dari mana?
Adnan_Fillah46: Saya asli Kuningan mba. Tapi tinggal di Bandung. Bandungnya sebelah mana?
Siti_Khodijah: Saya di Dipatiukur. Anda?
Adnan_Fillah46: Oh, saya di Cimahi mba.
Siti_Khodijah: Anda kerja di Bandung?
Adnan_Fillah46: Iya mba, saya kerja di Dinas Kesehatan Bandung Barat. Mba sudah kerja?
Siti_Khodijah: Sudah, saya kerja di apotek saja dekat rumah.
Percakapan itupun berlangsung lama. Sampai tanpa sadar sudah hampir dua jam kami Chating. Malah temanku tadi yang mengajak chating tidak muncul sama sekali IDnya.
Keesokan harinya masih dengan aktifitas yang sama. Namun hari ini aku mencoba kembali membuka MIRC. Ternyata sesuai dugaanku, nama Siti_Khodijah ada dalam daftar list yang sedang OnLine. Kali ini dia yang mengawali chat. Ternyata dulu diapun seorang aktivis dakwah kampus. Kamipun sharing tentang permasalahan-permasalahan seputar dunia Islam dan seluk beluknya. Tanpa sadar, aku mulai kagum padanya. Kagum atas sikap Supelnya, dan juga atas pemikirannya.
Astagfirullah, aku takut tumbuh benih2 cinta yang tak pantas aku rasakan. Perasaan yang harusnya hanya ku persembahkan untuk Sang Pemilik Cinta, juga atas cinta-cinta yang memang sepatutnya. Namun perasaan itu kian hari kian bertambah. Dalam kebimbangan, aku langsung menghadap Murabbi dan meminta segera dinikahkan. Kebetulan memang sudah cukup usiaku, pun dari segi pekerjaan, aku sudah mumpuni. Hal ini kulakukan supaya minimalnya aku bisa melupakan Siti_Khodijah.
Esoknya, aku dikenalkan dengan seorang akhwat. Sri Utami namanya. Saat berbincang dengannya, sungguh tiada ku sangka, aku malah ingat dengan Siti_Khodijah. Padahal bertemu orangnyapun aku tak pernah. Tapi aku tak tahu, kenapa nama itu terus terbayang-bayang dalam benakku. Astagfirullah, aku terus beristighfar dalam hatiku. Berharap Allah memaafkan segala khilaf hatiku. Saat itu aku tak berpanjang lebar. Ku iyakan saja untuk menikah dengan akhwat tadi. Tapi si akhwat menanyakan satu hal padaku. “Nama akang Adi Nanda Fikri Abdillah kan? Boleh Sri menanyakan sesuatu?”. “Boleh”, ucapku sambil terheran. Bila akang mencintai seseorang, tapi masih meneruskan rencana pernikahan ini, lebih baik akang katakan sekarang sebelum semuanya terlambat”. Ucapannya sungguh menggoyahkan hatiku. Entah darimana dia bisa dapat kata-kata seperti itu. Sungguh diluar dugaan. Jantungku seolah tersengat alur listrik voltase tinggi sampai-sampai berdebar-debar dan tak tahu apa yang harus ku jawab. Akhirnya ku ucapkan tidak padanya, sembari menanyakan hal yang sama padanya. Pun ia menjawab tidak.
Pernikahanpun berlangsung meriah. Sungguh lega rasanya meskipun masih ada yang mengganjal dalam hatiku. Sebuah nama yang tak dapat luput dari ingatanku. Namun ku coba untuk menerima Sri sebagai istriku. Orang yang memang seharusnya aku cintai.
Hampir dua bulan genap usia pernikahanku. Aku mulai memperlihatkan tingkah aneh. Semakin gelisah dan semakin tak tentu arah. Fikiranku terus terlena dengan sosok Siti yang ku bayang sikap dan tutur katanya. Begitupun istriku, dia memperlihatkan tingkah yang sama. Entah apa yang dia alami, tapi pernikahan kami jadi tidak harmonis karenanya. Walau kami masih bisa saling berbagi satu sama lain, tapi seolah ada dinding tipis yang menghalangi kehidupan berkeluarga kami.
Dengan penuh rasa bersalah, aku mencoba mengungkapkan semua kepada istriku. Diapun mendengarkan sambil menitikan air mata. Entahlah, kami seolah telah mengekang leher kami sendiri dengan rantai kepalsuan dan kebohongan. Namun dalam isak tangisnya, istriku pun bercerita hal yang sama. Ternyata dia pun mencintai seseorang di dunia maya. Orang yang tak pernah dia temui namun kekaguman pada sosok ikhwan itu membuatnya gelap mata. Pertanyaan yang dulu pernah dilontarkan saat taaruf sesungguhnya ia sampaikan karena ia berharap aku mencintai orang lain dan membatalkan rencana pernikahan itu. Namun, keadaan berkata lain, karena kami tak mau mencoreng nama dakwah yang selama ini kami jalani. Bimbang rasanya, tak tahu harus memutuskan apa. Dalam kegalauan itu aku bertanya, “Boleh ku tahu siapa namanya?” Dia menjawab, “Adnan_Fillah46”. Sungguh kaget rasanya mendengar nama itu, nama pena yang sering aku pakai sebagai NickName dalam ID chating. “Apa kau Siti_Khodijah?” ucapku padanya. Istrikupun kaget mendengarnya. Adnan_Fillah sesungguhnya singkatan dari namaku. Sedangkan Siti adalah singkatan nama istriku. Khodijah adalah sosok perempuan mujahidah yang dia kagumi.
Subhanallah, suatu kebetulan yang tak diduga. Ternyata sesungguhnya kami telah saling mencintai. Namun cinta yang kami bangun tidaklah suci, karena perbuatan dan kekhilafan hati kami. Sosok ID chating itu telah membutakan hati dan fikiran kami. Padahal, cinta karena Allah lah yang seharusnya ada di hati kami. Selepas itu, kami sujud kepada-Nya. Memohon ampun atas segala salah dan dosa.
http://rusyda87.blogspot.com/
Tidak seperti biasanya, mentari pagi ini begitu temarang sinarnya. Berbalut embun pagi jejak hujan tadi malam, sejuk rasanya. Seakan semua kepenatan dunia dilahap habis oleh keMaha Kuasaan-Nya. Apa lagi ditemani seuntai syair burung burung yang asyik berdendang dibalik pepohonan. Terasa tentram rasanya menikmati itu semua. Selepas membaca Ma’tsurat seperti biasa pagi ini pun aku berselancar di dunia maya. Membuka situs jejaring sosial sembari mencari artikel-artikel menarik seputar Islam. Aktifitas ini sering ku lakukan demi menambah tsakofah dan juga jaringan. Kata Hadits, salahsatu amal yang pahalanya terus mengalir bahkan sampai kita meninggalpun adalah Ilmu yang bermanfaat. Bila kita terus menambah ilmu dan mengamalkannya bahkan sampai menyerukan kepada orang lain, sungguh akan jadi sebuah pahala yang besar. Selain itu, ilmu butuh amal, dan amal pun butuh ilmu. Kita tak bisa beramal tanpa ilmu, dan tak bisa hanya berilmu, sedang tiada amalnya. Jaringan tentu saja sangat kita perlukan. Semakin banyak jaringan kita, wawasan semakin luas, saudara bertambah banyak, pun rezeki semakin mengalir deras.
Sambil klik sana klik sini aku teringat janji dengan salah satu temanku. Dia bilang pagi ini akan OnLine di MIRC. Ada sebuah permasalahan yang ingin dia diskusikan padaku, ujarnya kemarin malam lewat SMS. Setelah login aku membiarkan aplikasinya berjalan, sembari menunggu ID teman muncul, aku membuka situs yang lain.
Setengah jam aku menunggu temanku, namun tak kunjung muncul juga IDnya. Akhirnya ku putuskan untuk chat dengan yang lain. Biasanya di MIRC orang-orang akan menyembunyikan ID aslinya, berpura-pura berasal dari negara lain dan memakai bahasa Inggris, berbohong mengenai tempat tinggal bahkan umurnya. Namun aku tak pernah berlaku demikian. Tanpa sengaja aku melihat satu ID dengan nama Islami, Siti_Khodijah. Akupun mencoba chat dan mengklik IDnya dan mendapat respon. Lantas aku teruskan saja menanyakan hal yang standar biasa ditanyakan pada awal chating dengan orang yang baru dikenal. Singkatnya, seperti ini chatnya.
Adnan_Fillah46: ASL please (Age Sex Location).
Siti_Khodijah: 25 Female Indonesia, and you?
Adnan_Fillah46: 28 Male Indonesia. Asli mana mba?
Siti_Khodijah: Oh, dari Indonesia juga ya? Saya asli Bandung, anda dari mana?
Adnan_Fillah46: Saya asli Kuningan mba. Tapi tinggal di Bandung. Bandungnya sebelah mana?
Siti_Khodijah: Saya di Dipatiukur. Anda?
Adnan_Fillah46: Oh, saya di Cimahi mba.
Siti_Khodijah: Anda kerja di Bandung?
Adnan_Fillah46: Iya mba, saya kerja di Dinas Kesehatan Bandung Barat. Mba sudah kerja?
Siti_Khodijah: Sudah, saya kerja di apotek saja dekat rumah.
Percakapan itupun berlangsung lama. Sampai tanpa sadar sudah hampir dua jam kami Chating. Malah temanku tadi yang mengajak chating tidak muncul sama sekali IDnya.
Keesokan harinya masih dengan aktifitas yang sama. Namun hari ini aku mencoba kembali membuka MIRC. Ternyata sesuai dugaanku, nama Siti_Khodijah ada dalam daftar list yang sedang OnLine. Kali ini dia yang mengawali chat. Ternyata dulu diapun seorang aktivis dakwah kampus. Kamipun sharing tentang permasalahan-permasalahan seputar dunia Islam dan seluk beluknya. Tanpa sadar, aku mulai kagum padanya. Kagum atas sikap Supelnya, dan juga atas pemikirannya.
Astagfirullah, aku takut tumbuh benih2 cinta yang tak pantas aku rasakan. Perasaan yang harusnya hanya ku persembahkan untuk Sang Pemilik Cinta, juga atas cinta-cinta yang memang sepatutnya. Namun perasaan itu kian hari kian bertambah. Dalam kebimbangan, aku langsung menghadap Murabbi dan meminta segera dinikahkan. Kebetulan memang sudah cukup usiaku, pun dari segi pekerjaan, aku sudah mumpuni. Hal ini kulakukan supaya minimalnya aku bisa melupakan Siti_Khodijah.
Esoknya, aku dikenalkan dengan seorang akhwat. Sri Utami namanya. Saat berbincang dengannya, sungguh tiada ku sangka, aku malah ingat dengan Siti_Khodijah. Padahal bertemu orangnyapun aku tak pernah. Tapi aku tak tahu, kenapa nama itu terus terbayang-bayang dalam benakku. Astagfirullah, aku terus beristighfar dalam hatiku. Berharap Allah memaafkan segala khilaf hatiku. Saat itu aku tak berpanjang lebar. Ku iyakan saja untuk menikah dengan akhwat tadi. Tapi si akhwat menanyakan satu hal padaku. “Nama akang Adi Nanda Fikri Abdillah kan? Boleh Sri menanyakan sesuatu?”. “Boleh”, ucapku sambil terheran. Bila akang mencintai seseorang, tapi masih meneruskan rencana pernikahan ini, lebih baik akang katakan sekarang sebelum semuanya terlambat”. Ucapannya sungguh menggoyahkan hatiku. Entah darimana dia bisa dapat kata-kata seperti itu. Sungguh diluar dugaan. Jantungku seolah tersengat alur listrik voltase tinggi sampai-sampai berdebar-debar dan tak tahu apa yang harus ku jawab. Akhirnya ku ucapkan tidak padanya, sembari menanyakan hal yang sama padanya. Pun ia menjawab tidak.
Pernikahanpun berlangsung meriah. Sungguh lega rasanya meskipun masih ada yang mengganjal dalam hatiku. Sebuah nama yang tak dapat luput dari ingatanku. Namun ku coba untuk menerima Sri sebagai istriku. Orang yang memang seharusnya aku cintai.
Hampir dua bulan genap usia pernikahanku. Aku mulai memperlihatkan tingkah aneh. Semakin gelisah dan semakin tak tentu arah. Fikiranku terus terlena dengan sosok Siti yang ku bayang sikap dan tutur katanya. Begitupun istriku, dia memperlihatkan tingkah yang sama. Entah apa yang dia alami, tapi pernikahan kami jadi tidak harmonis karenanya. Walau kami masih bisa saling berbagi satu sama lain, tapi seolah ada dinding tipis yang menghalangi kehidupan berkeluarga kami.
Dengan penuh rasa bersalah, aku mencoba mengungkapkan semua kepada istriku. Diapun mendengarkan sambil menitikan air mata. Entahlah, kami seolah telah mengekang leher kami sendiri dengan rantai kepalsuan dan kebohongan. Namun dalam isak tangisnya, istriku pun bercerita hal yang sama. Ternyata dia pun mencintai seseorang di dunia maya. Orang yang tak pernah dia temui namun kekaguman pada sosok ikhwan itu membuatnya gelap mata. Pertanyaan yang dulu pernah dilontarkan saat taaruf sesungguhnya ia sampaikan karena ia berharap aku mencintai orang lain dan membatalkan rencana pernikahan itu. Namun, keadaan berkata lain, karena kami tak mau mencoreng nama dakwah yang selama ini kami jalani. Bimbang rasanya, tak tahu harus memutuskan apa. Dalam kegalauan itu aku bertanya, “Boleh ku tahu siapa namanya?” Dia menjawab, “Adnan_Fillah46”. Sungguh kaget rasanya mendengar nama itu, nama pena yang sering aku pakai sebagai NickName dalam ID chating. “Apa kau Siti_Khodijah?” ucapku padanya. Istrikupun kaget mendengarnya. Adnan_Fillah sesungguhnya singkatan dari namaku. Sedangkan Siti adalah singkatan nama istriku. Khodijah adalah sosok perempuan mujahidah yang dia kagumi.
Subhanallah, suatu kebetulan yang tak diduga. Ternyata sesungguhnya kami telah saling mencintai. Namun cinta yang kami bangun tidaklah suci, karena perbuatan dan kekhilafan hati kami. Sosok ID chating itu telah membutakan hati dan fikiran kami. Padahal, cinta karena Allah lah yang seharusnya ada di hati kami. Selepas itu, kami sujud kepada-Nya. Memohon ampun atas segala salah dan dosa.
Pesan yang coba saya sampaikan dalam cerpen ini. Pertama, berhati-hatilah dalam dunia maya. Internet bisa menjadi jalan sesat bila kita tidak menggunakannya dengan baik. Seperti kisah di atas, vitur chat atau yang lainnya, dimana kita bisa berkomunikasi dengan lawan jenis bisa menjadi media yang berbahaya bila kita tidak menjaga hati kita dengan baik. Berhati-hatilah karena hati kita sangatlah lemah. Mudah sekali terombang ambing oleh perasaan. Jangan mudah terlena dengan sikap atau sifat seseorang, apalagi hanya melihat fisik atau luarnya saja. Meskipun cerita di atas bersifat Fiktif, namun bisa saja terjadi dalam kehidupan nyata. Ingat kembali Prioritas Cinta kita. Kepada siapa seharusnya kita mencinta. Dan cinta itupun harus cinta karena Allah semata. Kedua, bagi yang belum menikah, saat kita taaruf, sebaiknya ceritakanlah segala kelebihan dan kekurangan kita, jangan ada yang di tutup-tutupi. Itu akan lebih baik, sehingga kita dapat mengenal betul seperti apa bakal calon pasangan hidup kita (kayak lagi PILKADAL aja, hehe). Terutama masalah perasaan, bila sampai timbul suudzon, itu akan menganggu keharmonisan rumah tangga selanjutnya. (Contohnya juga bisa lihat cerita di Film Ketika Cinta Bertasbih kala Furqon dan Anna sampai bercerai). Ketiga, masih nyambung dari atas, bila yang sudah menikah, silahkan untuk mempermudah komunikasi dengan pasangan. Karena komunikasi dalam ilmu sosial ibarat tiang yang harus kokoh berdiri tegak. Bila itu tidak dipupuk dengan baik, walhasil akan timbul permasalahan dan persengketaan dalam rumah tangga. Selalu timbul kecurigaan karena minimnya komunikasi juga kejujuran terhadap pasangan. Ini menjadi indikator penting dalam membina rumah tangga. Saling mengerti dan memahami. Mengisi dan berbagi, kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam cerita di atas, cukup bagus sikap berani kang Adi karena dia mau menyampaikan kejadian sebenarnya. Coba kalau tidak, beuh…. Keempat, btw itu ceritanya saya buat happy ending biar pada senyum setelah bacanya. Coba antum bayangkan bila ga happy ending. Gawat tuh. Hehe.
Cerpen ini terinspirasi dari beberapa ikhwah di situs jejaring sosial Ruang Muslimer ketika berdiskusi di dalamnya. Kang Rafli saat membicarakan jodoh lewat situs jejaring sosial, Kang Miftah dengan artikel Prioritas Cintanya. Dan seorang akhwat yang tidak bisa saya sebutkan namanya saat perkenalan saya lewat chat MIRC dengan beliau (Yang digaris bawah ini jangan mikir saya seperti cerita diatas yo, ckckckck. Hanya inspirasinya saja). Serta diskusi-diskusi lain di RuangMuslimer yang pernah saya ikuti. Syukron atas inspirasinya, semoga jadi bahan renungan kita semua.
Tanpa maksud apapun, bukan maksud menggurui atau sudah berpengalaman, tidak sama sekali, karena saya belum menikah dan bukan seorang yang sempurna yang tanpa dosa. Hanya mencoba mengingatkan saudara seiman, juga diri pribadi.
Antum pun bisa menginterpretasikan cerita ini. Silahkan diberi cometnya. Hehe…
Cerpen ini terinspirasi dari beberapa ikhwah di situs jejaring sosial Ruang Muslimer ketika berdiskusi di dalamnya. Kang Rafli saat membicarakan jodoh lewat situs jejaring sosial, Kang Miftah dengan artikel Prioritas Cintanya. Dan seorang akhwat yang tidak bisa saya sebutkan namanya saat perkenalan saya lewat chat MIRC dengan beliau (Yang digaris bawah ini jangan mikir saya seperti cerita diatas yo, ckckckck. Hanya inspirasinya saja). Serta diskusi-diskusi lain di RuangMuslimer yang pernah saya ikuti. Syukron atas inspirasinya, semoga jadi bahan renungan kita semua.
Tanpa maksud apapun, bukan maksud menggurui atau sudah berpengalaman, tidak sama sekali, karena saya belum menikah dan bukan seorang yang sempurna yang tanpa dosa. Hanya mencoba mengingatkan saudara seiman, juga diri pribadi.
Antum pun bisa menginterpretasikan cerita ini. Silahkan diberi cometnya. Hehe…
2 komentar:
good story....
i like it
sebagai pengingat bagi yang tidak ingat hehehe....
I like it too...
Hanya sebuah cerpen,
tapi tidak menutup kemungkinan
bisa terjadi... ^_*
Posting Komentar